Senin, 22 April 2019

TUGAS 6

(Preliminary Survey)



Pada awal pelaksanaan proyek, pengukuran awal yang baik termasuk survey lokasi dan pematokan awal menentukan kelancaran pelaksanaan pekerjaan berikutnya.
Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan dalam pengukuran awal, survey lokasi dan pematokan awal antara lain diuraikan secara singkat pada bagian ini.

Pemeriksaan dan pematokan batas lahan
Hal yang paling mendasar adalah memastikan bahwa lahan yang dilaksanakan adalah sesuai dengan lokasi yang disebutkan dalam Kontrak dan Sertifikat Tanah yang dimiliki oleh Owner, karena semua acuan perletakan bangunan dan infrastrukturnya, harus mengacu pada batas-batas lahan yang benar.

Langkah pemeriksaan dan pematokan batas lahan adalah sebagai berikut :
  • pastikan bahwa patok batas lahan, pada tiap sudut perimeter lahan sesuai dengan data Badan Pertanahan Nasional — jika belum ada patok dari BPN, sebaiknya diminta pihak BPN atau pengelola kawasan untuk memasang patok-patok batas lahan yang sesuai dengan data mereka
  • jika patok yang ada belum permanen (tidak dicor) atau tidak terlindungi dengan baik, sebaiknya dibuat patok beton dengan cor dan memasang titik batas dengan tanda paku tertanam di tiap patok dan lindungilah patok-patok tersebut dengan perimeter yang baik dan mudah dipantau (dari bambu atau kaso dan diberi tanda warna atau bendera atau tanda lain yang mudah dilihat)
  • setelah dipastikan seluruh patok perimeter sesuai, Berita Acara Joint Survey yang sudah disahkan bersama instansi terkait dan Konsultan Pengawas atau Owner harus disimpan dan menjadi dasar acuan seluruh pengukuran berikutnya
  • titik batas lahan dan garis perimeternya diplot ke gambar dan dilakukan cross check apakah sesuai dengan batas yang diberikan dalam gambar desain atau gambar konstruksi— jika terjadi perbedaan maka harus dilaporkan kepada Konsultan untuk dilakukan penyesuaian gambar desain
  • periksa luas lahan apakah sesuai dengan luasan pada sertifikat tanah yang dimiliki Owner
  • buatlah patok-patok benchmark utama (BM) yang terhubung dengan seluruh titik sudut perimeter lahan di lokasi yang tidak terganggu selama pelaksanaan proyek dan diplotkan pada gambar pelaksanaan, serta menjadi acuan awal pelaksanaan pematokan (stacking out) pada bangunan-bangunan yang akan dilaksanakan
  • jika diperlukan, dapat dibuat patok-patok pinjaman untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran dan pematokan berikutnya
Pemeriksaan level dan kontur tanah eksisting
Setelah batas lahan dipastikan sesuai, segera dilakukan pemeriksaan level dan kontur tanah eksisting, untuk mendapatkan data acuan level bangunan serta infrastruktur yang akan dilaksanakan.

Data dari pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk perhitungan pekerjaan cut and fill serta galian/urugan yang diperlukan

Tanda atau marking level di lapangan untuk level acuan seluruh bangunan yang akan dikerjakan, dapat berupa tanda segitiga terbalik berwarna merah dan angka level acuan, yang dapat dibuat pada patok BM utama atau pada bangunan atau infrastruktur eksisting yang dipastikan tidak akan berubah dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal selama pelaksanaan proyek.

Lakukan pengukuran kontur tanah eksisting, termasuk level jalan raya, saluran, pedestrian, dsb, termasuk seluruh kondisi eksisting pada area di sekitar lokasi proyek jika memungkinkan (sekitar 5 m' di luar batas lahan).

Pastikan data dipelihara dengan baik dan jika tanda yang dibuat di lapangan terhapus atau rusak segera lakukan perbaikan atau pembuatan tanda yang baru.



Gambar Situasi dan Potongan

Setelah diperoleh data dari pengukuran dan pengecekan batas lahan serta kontur eksisting, data yang ada diplotkan di Gambar Situasi dan Potongan, sebagai gambar kerja, meliputi data-data dan informasi antara lain :
  • titik patok dan garis perimeter (batas lahan)
  • titik patok benchmark dan pinjaman
  • titik penempatan tanda atau marking level acuan
  • garis kontur lahan eksisting
  • posisi dan dimensi perimeter as atau perimeter luar masing-masing bangunan serta infrastruktur utama yang akan dikerjakan, termasuk jarak antar bangunan dan infrastruktur yang direncanakan
  • garis sepadan bangunan (GSB)
  • bangunan atau konstruksi atau infrastruktur eksisting di dalam area proyek
  • untuk infrastruktur atau bangunan eksisting tertentu perlu diukur dan digambarkan posisi dan dimensi aktualnya, serta diberikan tanda untuk infrastruktur eksisting yang akan terpengaruh pekerjaan, misal : tiang listrik atau lampu PJU atau bak kontrol atau pohon yang harus dibongkar atau dipindahkan karena lokasi penempatannya akan dibangun jalan entrance maupun exit
  • potongan melintang dan memanjang jalan raya eksisting dan infrastrukturnya, untuk menunjukkan level masing-masing infrastruktur eksisting (jalan, saluran, kabel dan pipa eksisting)
  • potongan memanjang dan melintang yang menunjukkan level bangunan dan infrastruktur (jalan dan saluran) yang akan dilaksanakan, untuk menunjukkan level rencana terhadap jalan dan saluran drainase eksisting — jika terdapat masalah segera informasikan kepada Konsultan dan Owner supaya dapat diperoleh solusinya bersama-sama, misal : untuk kemiringan saluran yang akan dilaksanakan terhadap outlet pada pertemuan dengan saluran drainase eksisting

Infrastruktur eksisting di sekitar perimeter proyek yang harus dipantau dan diambil posisi dan levelnya antara lain :
  • jalan raya, saluran dantrotoar/pedestrian
  • tiang telepon
  • tiang listrik dan lampu PJU
  • rambu-rambu dan pohon penghijauan milik instansi kawasan atau pemerintah
  • posisi utilitas kabel dan pemipaan eksisting termasuk bak kontrol maupun instalasi kontrol lainnya
  • menara air atau menara telekomunikasi yang berada di dekatperimeter lahan proyek, yang mungkin akan terpengaruh, mempengaruhi atau harus dilindungi dari efek pelaksanaan pekerjaan
  • bangunan dan utilitas milik tetangga di samping dan di seberang lokasi proyek
  • sungai, lereng dan vegetasi tinggi disekitar lokasi proyek dalam radius yangberpengaruh pada ataupun dipengaruhi oleh pelaksanaan proyek

Selain itu perlu juga didokumentasikan kondisi tiap bangunan atau infrastruktur atau lereng alam eksisting, serta dibuat laporan atau berita acara yang diserahkan ke Konsultan, Owner atau instansi terkait, untuk data dan dasar jika terjadi permasalahan, misalnya tuduhan menimbulkan kerusakan atau tuntutan untuk memperbaiki dan memasang kembali dari pihak lain -- supaya dapat diketahui apakah memang kerusakan ditimbulkan karena pelaksanaan proyek atau sudah rusak sebelum proyek dimulai

Pengamatan kondisi lapangan

Selain pengukuran dan pendataan serta pembuatan gambar seperti diuraikan di atas, kondisi lapangan baik di dalam lokasi maupun di sekitar lokasi proyek, perlu diamati antara lain :

  • kondisi tanah dan vegetasi serta konstruksi dan utilitas eksisting di lokasi proyek
  • bahaya alam (lereng yang mudah longsor, daerah sambaran petir,  dsb)
  • kondisi lalu lintas serta manuver kendaraan di sekitar lokasi proyek
  • lokasi dan nomor telepon instansi penting (kantor pemerintahan dan kawasan yang terdekat dengan lokasi proyek : kantor kelurahan atau kecamatan, kantor polisiklinik atau rumah sakit, kantor pemadam kebakaran, tempat ibadah, warung makan dan kios, dsb)
  • kondisi sosial di sekitar lokasi proyek.

Hal ini dimaksudkan supaya tim Kontraktor dapat mengantisipasi segala kendala yang mungkin timbul serta membuat persiapan pencegahannya, termasuk memberikan gambaran awal yang baik untuk penempatan bangunan sementara termasuk akses dan jalan kerja yang diperlukan.


Kendala yang mungkin timbul antara lain : potensi kemacetan pada jam tertentu di jalan sekitar proyek, adanya cekungan yang harus diperbaiki sebelum pelaksanaan konstruksi jalan di proyek, dsb

Pengamatan ini juga berguna untuk menganalisa metoda kerja yang akan digunakan, dalam kaitan aspek teknis maupun non teknis yang mungkin terjadi


Walaupun pengamatan dan informasi ini pada umumnya telah dilakukan sebelum mengikuti tender, lebih baik pada awal pelaksanaan, tim konstruksi melakukan pengamatan ulang supaya diperoleh gambaran yang lebih jelas dan akutal termasuk jika informasi dari tim tender terdapat kekurangan atau kurang jelas

TUGAS 5

PENDAHULUAN
Permasalahan lalu lintas jalan raya
merupakan suatu permasalahan yang kompleks
dalam dunia transportasi darat terutama untuk
transportasi perkotaan. Setiap diselesaikan satu
permasalahan akan muncul permasalahan
berikutnya, dan tidak menutup kemungkinan
bahwa masalah yang berhasil diselesaikan
dikemudian hari akan menimbulkan
permasalahan baru.
Problem transportasi diperkotaan
tersebut timbul terutama disebabkan karena
tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan
jumlah kendaraan tidak sebanding dengan
pertumbuhan prasarana transportasi. serta
populasi dan pergerakan yang meningkat
dengan pesat setiap harinya. Untuk itu,
informasi mengenai pergerakan arus lalu lintas
sangat penting untuk diketahui didaerah
perkotaan.
Dalam perencanaan, perancangan dan
penetapan berbagai kebijaksanaan sistem
transportasi, teori pergerakan arus lalu lintas
memegang peranan sangat penting.
Kemampuan untuk menampung arus lalu lintas
sangat bergantung pada keadaan fisik dari jalan
tersebut, baik kualitas maupun kuantitasnya
serta karakteristik operasional lalu lintasnya.

Teori pegerakan arus lalu lintas ini akan
menjelaskan mengenai kualitas dan kuantitas
dari arus lalu lintas sehingga dapat diterapkan
kebijaksanaan atau pemilihan sistem yang
paling tepat untuk menampung lalu lintas yang
ada. Untuk mempermudah penerapan teori
pergerakan lalu lintas digunakan metoda
pendekatan matematis untuk menganalisa
gejala yang berlangsung dalam arus lalu lintas.
Salah satu cara pendekatan untuk
memahami perilaku lalu lintas tersebut adalah
dengan menjabarkannya dalam bentuk
hubungan matematis dan grafis. Suatu
peningkatan dalam volume lalu lintas akan
menyebabkan berubahnya perilaku lalu lintas.
Secara teoritis terdapat hubungan yang
mendasar antara volume (flow) dengan
kecepatan (speed) serta kepadatan (density).
KAJIAN PUSTAKA
Komposisi Lalu Lintas
Pada kenyataannya, arus lalu lintas
yang ada di lapangan adalah heterogen.
Sejumlah kendaraan dengan berbagai jenis,
ukuran dan sifatnya membentuk sebuah arus
lalu lintas. Keragaman ini membentuk
karakteristik lalu lintas yang berbeda untuk
setiap komposisi dan berpengaruh terhadap
arus lalu lintas secara keseluruhan.
Memperhatikan kondisi tersebut,
diperlukan suatu besaran untuk menyatakan
pengaruh sebuah jenis kendaraan terhadap
arus lalu lintas secara keseluruhan. Satuan
mobil penumpang (smp) merupakan sebuah
besaran yang menyatakan ekivalensi pengaruh
setiap jenis kendaraan yang dibandingkan
terhadap jenis kendaraan penumpang. Dengan
besaran ini, setiap komposisi lalu lintas dapat
dinilai.
Tabel 1. Daftar satuan mobil penumpang
No. Jenis Kendaraan smp
1. Kendaraan ringan 1.00
2. Kendaraan berat 1.20
3. Sepeda motor 0.25
4. Kendaraan tak bermotor 0.80
Sumber : IHCM, 1997
Arus Lalu Lintas
Karakteristik lalu-lintas terjadi karena
adanya interaksi antara pengendara dan
kendaraan dengan jalan dan lingkungannya.
Pada saat ini pembahasan tentang arus lalu
lintas dikonsentrasikan pada variabel-variabel
arus (flow, volume), kecepatan (speed), dan
kerapatan (density). Ketiga komponen itu
termasuk pembahasan arus lalu-lintas dalam
skala makroskopik.
Pembahasan tersebut telah mengalami
perkembangan dari konsep awalnya yakni
bahwa elemen utama dari arus lalu-lintas adalah
komposisi atau karakteristik volume, asal tujuan,
kualitas, dan biaya. Pergeseran tersebut terjadi
karena saat ini arus lalu-lintas pada dasarnya
hanya menggambarkan berapa banyak jenis
kendaraan yang bergerak.
Arus dan Volume
Arus lalu-lintas (flow) adalah jumlah
kendaraan yang melintasi suatu titik pada
penggal jalan tertentu, pada periode waktu
tertentu, diukur dalam satuan kendaraan per
satuan waktu tertentu. Sedangkan volume
adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu
arus jalan pada periode waktu tertentu diukur
dalam satuan kendaraan per satuan waktu.
Kecepatan
Kecepatan merupakan parameter utama
kedua yang menjelaskan keadaan arus lalu
lintas di jalan. Kecepatan dapat didefinisikan
sebagai gerak dari kendaraan dalam jarak per
satuan waktu.
Dalam pergerakan arus lalu-lintas, tiap
kendaraan berjalan pada kecepatan yang
berbeda. Dengan demikian pada arus lalu-lintas
tidak dikenal karakteristik kecepatan tunggal
akan tetapi lebih sebagai distribusi dari
kecepatan kendaraan tunggal. Dari distribusi
tersebut, jumlah rata-rata atau nilai tipikal dapat
digunakan untuk mengetahui karakteristik dari
arus lalu-lintas. Dalam perhitungannya
kecepatan rata-rata dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Time Mean Speed (TMS), yang didefinisikan
sebagai kecepatan rata-rata dari seluruh
kendaraan yang melewati suatu titik dari
jalan selama periode tertentu.
2. Space Mean Speed (SMS), yakni kecepatan
rata-rata dari seluruh kendaraan yang
menempati penggalan jalan selama periode
waktu tertentu.
Kerapatan
Kerapatan dapat didefinisikan sebagai
jumlah kendaraan yang menempati suatu
panjang jalan atau lajur, secara umum dapat
diekspresikan dalam kendaraan per mil (vpm)
atau kendaraan per mil per lane (vpmpl).
Kerapatan sulit diukur secara langsung di
lapangan, melainkan dihitung dari nilai
kecepatan dan arus sebagai hubungan:
V = Us ×D .................................................... ( 1 )
Dengan : V adalah arus lalu lintas, Us adalah
Space Mean Speed dan D adalah kerapatan
Model dari hubungan antara variabel arus,
kecepatan, dan kerapatan, dapat terlihat pada
Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Hubungan antara Arus, Kecepatan, dan
Kerapatan
Pada gambar tersebut dapat
diterangkan bahwa:
1. Pada kondisi kerapatan mendekati harga nol,
arus lalu lintas juga mendekati harga nol,
dengan asumsi seakan-akan tidak terdapat
kendaraan bergerak. Sedangkan
kecepatannya akan mendekati kecepatan
rata-rata pada kondisi arus bebas.
2. Apabila kerapatan naik dari angka nol, maka
arus juga naik. Pada suatu kerapatan
tertentu akan tercapai suatu titik di mana
bertambahnya kerapatan akan membuat
arus menjadi turun.
3. Pada kondisi kerapatan mencapai kondisi
maksimum atau disebut kerapatan kondisi
jam (kerapatan jenuh) kecepatan perjalanan
akan mendekati nilai nol, demikian puia arus
lalu lintas akan mendekati harga nol karena
tidak memungkinkan kendaraan untuk dapat
bergerak lagi.
4. Kondisi arus di bawah kapasitas dapat terjadi
pada dua kondisi, yakni:
a. Pada kecepatan tinggi dan kerapatan
rendah (kondisi A).
b. Pada kecepatan rendah dan kerapatan

TUGAS 4 PENGENALAN DAN PEMAHAMAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

Arus lalu lintas dibentuk oleh pengendara dan kendaraan sehingga terjalin suatu interaksi keduanya serta interksi antara kedua komponen tersebut terhadap jalan dan lingkungan. Kendaraan yang memasuki suatu arus lalu lintas tidak mungkin berjalan secara seragam karena ketidaksamaan pengemudi dalam hal ketrampilan mengemudi dan pengambilan keputusan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada keadaan dua lalu lintas yang serupa sekalipun dalam kondisi yang setara, jalan dan kendaraan, yang hal itu diakibatkan oleh perilaku dan kebiasaan pengemudi yang sangat bervariasi.

Perilaku arus lalu lintas sangat berlainan dengan perilaku suatu aliran suatu fluida yang melalui suatu saluran terbuka atau pipa tertutup, yang perilakunya bisa diprediksi yakni mengikuti hukum hidraulis dan aliran fluida. Karakteristik aliran lalu lintas yang melewati suatu jalan merupakan variasi dari lokasi dan waktu. Suatu tantangan bagi seorang Traffic Engineer ketika harus merencanakan dan mendisain suatu lalu lintas, dia tidak cukup hanya memprediksi hal-hal yang bersifat eksak melainkan juga memperhitungkan perilaku manusia sebagai road user yang kompleks.

Rambu Batas Maksimum
Kecepatan Kendaraan

(sumber : skyscrapercity.com)
Walaupun demikian, perilaku pengemudi dalam suatu aliran lalu lintas akan tetap konsisten pada suatu rangetertentu yang normal. Sebagai contoh pada suatu ruas jalan dengan kecepatan disain 60 km/jam misalnya, pengemudi akan cenderung menjalankan kendaraan pada kecepatan sekitar rangetersebut misalnya pada kecepatan antara 45 sampai dengan 65 km/jam, dan sedikit pengemudi yang menjalankan kendaraannya pada kecepatan 70 km/jam atau di atas 80 km/jam.

Secara kuantitatif untuk keperluan disain arus lalu lintas, sekalipun karakteristik sangat bervariasi, perilakunya tetap dapat diprediksi pada suatu rentang yang normal. Dengan kata lain parameter-parameter tersebut harus bisa didefinisikan dan diukur, sehingga seorang Traffic Engineer akan bisa menganalisis, mengevaluasi, dan merencanakan dalam batas minimal berdasarkan batasan normal parameter-parameter di atas. Arus lalu lintas dibentuk oleh pengendara dan kendaraan sehingga terjalin suatu interaksi keduanya serta interaksi antara kedua komponen tersebut terhadap jalan dan lingkungan. Kendaraan yang memasuki suatu arus lalu lintas tidak mungkin berjalan secara seragam karena ketidaksamaan pengemudi dalam hal ketrampilan mengemudi dan pengambilan keputusan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada keadaan dua lalu lintas yang serupa sekalipun dalam kondisi yang setara, jalan dan kendaraan, yang hal itu diakibatkan oleh perilaku dan kebiasaan pengemudi yang sangat bervariasi.

Perilaku arus lalu lintas sangat berlainan dengan perilaku suatu aliran suatu fluida yang melalui suatu saluran terbuka atau pipa tertutup, yang perilakunya bisa diprediksi yakni mengikuti hukum hidraulis dan aliran fluida. Karakteristik aliran lalu lintas yang melewati suatu jalan merupakan variasi dari lokasi dan waktu. Suatu tantangan bagi seorang Traffic Engineer ketika harus merencanakan dan mendisain suatu lalu lintas, dia tidak cukup hanya memprediksi hal-hal yang bersifat eksak melainkan juga memperhitungkan perilaku manusia sebagai road user yang kompleks.

Walaupun demikian, perilaku pengemudi dalam suatu aliran lalu lintas akan tetap konsisten pada suatu range tertentu yang normal. Sebagai contoh pada suatu ruas jalan dengan kecepatan disain 60 km/jam misalnya, pengemudi akan cenderung menjalankan kendaraan pada kecepatan sekitar range tersebut misalnya pada kecepatan antara 45 sampai dengan 65 km/jam, dan sedikit pengemudi yang menjalankan kendaraannya pada kecepatan 70 km/jam atau di atas 80 km/jam.

Secara kuantitatif untuk keperluan disain arus lalu lintas, sekalipun karakteristik sangat bervariasi, perilakunya tetap dapat diprediksi pada suatu rentang yang normal. Dengan kata lain parameter-parameter tersebut harus bisa didefinisikan dan diukur, sehingga seorang Traffic Engineer akan bisa menganalisis, mengevaluasi, dan merencanakan dalam batas minimal berdasarkan batasan normal parameter-parameter di atas.

TUGAS 3 MEMAHAMI KONSEP TRANSPORTASI SEBAGAI SISTEM


Sistem Transportasi
2.1.1 Pengertian Sistem transportasi
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling 
berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem perubahan pada satu komponen dapat 
menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam sistem mekanis
komponen berhubungan secara „mekanis‟, misalnya komponen dalam mesin 
mobil. Dalam sistem „tidak mekanis‟, misalnya dalam interaksi sistem tata guna
lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat 
berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen 
(sistem „kegiatan‟) dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya 
(sistem „jaringan‟ dan sistem „pergerakan‟). Pada dasarnya, prinsip sistem 
„mekanis‟ sama saja dengan sistem „tidak-mekanis‟(Tamin,2000).
Sedangkan transportasi menurut Miro (2012) secara umum dapat diartikan 
sebagai usaha pemindahan atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi 
yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain yang bias disebut lokasi tujuan, untuk 
keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula. Dari pengertian ini 
tranportasi mempunyaii beberapa dimension seperti:
 Lokasi (asal dan tujuan)
 Alat (teknologi)
 Keperluan tertentu di lokasi tujuan seperti ekonomi sosial dan lain-lain
Kalau salah satu dari ketiga dimensi tersebut terlepas ataupun tidak ada, 
hal demikian tidak dapat disebut transportasi. Transportasi ini perlu untuk 
diperhatikan perencanaan. Tidak diperhatikannya perencanaan transportasi dapat 
mengakibatkan permasalahan pada transportasi di kemudian hari seperti 
kemacetan lalu lintan kecelakaan dan lain-lain. Inti dari permasalahan transportasi 
adalah pemakaian jalan yang over-capacity atau dengan kata lain adalah terlalu 
banyaknya kendaraan yang menggunakan jalan yang sama dalam waktu yangsama pula, oleh karena itu, menurut Tamin (2000) campur tangan manusia pada 
sistem transportasi (perencanaan transportasi sangat dibutuhkan ) seperti:
 mengubah teknologi transportasi
 mengubah teknologi informasi
 mengubah ciri kendaraan
 mengubah ciri ruas jalan
 mengubah konfigurasi jaringan transportasi
 mengubah kebijakan operasional dan organisasi
 mengubah kebijakan kelembagaan
 mengubah perilaku perjalanan
 mengubah pilihan kegiatan
2.1.2 Sistem transportasi makro 
Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah 
yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem transportasi dijelaskan 
dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa sistem 
transportasi mikro. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat 
dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-
masing saling terkait dan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Diagram Sistem transportasi makro

Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari: sistem kegiatan, sistem 
jaringan prasarana transportasi, sistem pergerakan lalu lintas dan sistem 
kelembagaan seperti kita ketahui, pergerakan lalu lintas timbul karena adanya 
proses pemenuhan kebutuhan. Kita perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak 
bisa dipenuhi di tempat kita berada. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan 
(sistem mikro yang pertama) mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan 
membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses 
pemenuhan kebutuhan. Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna 
lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan 
lain-lain. 
Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai 
alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat 
dipenuhi oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat 
dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan yang berupa 
pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas membutuhkan moda 
transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut 
bergerak. 
Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro yang 
kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan 
jalan raya, terminal bus, kereta api, bandara, dan pelabuhan laut. Interaksi antara 
sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia 
dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan 
kaki). Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistem pergerakan yang aman, cepat, 
nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika 
pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang 
baik. Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota besar di Indonesia 
biasanya timbul karena kebutuhan akan transportasi lebih besar daripada 
prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi 
sebagaimana mestinya.


TUGAS 2 PENGENALAN PERATURAN PERUNDANGAN BERHUBUNGAN REKAYASA LALU LINTAS

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
 NOMOR 22 TAHUN 2009 
 TENTANG 
 LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran 
strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi 
nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
1945; 
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian 
dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan 
potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, 
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan 
Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan 
ekonomi dan pengembangan wilayah; 
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan 
internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta 
akuntabilitas penyelenggaraan negara; 
d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang 
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi 
dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan 
kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan 
Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang￾undang yang baru; 
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud 
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu 
membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan; 
 Mengingat . . . 

TUGAS 1 SKIPSI


https://id.scribd.com/doc/156611460/Tugas-Akhir-Kapasitas-Jalan-dan-Kemacetan-Buah-Batu