Senin, 15 Juli 2019

Tugas 13 penampilan data survey lalu lintas

5. 1 Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta
diperlukan untuk melakukan analisis yang berupa data kondisi lingkungan,
kondisi geometri jalan dan arus lalu lintas pada jalan tersebut. Pengamatan
dilakukan selama 3 hari, yaitu pada hari Sabtu tanggal 12 Maret 2016 sampai hari
Senin tanggal 14 Maret 2016. Waktu pengamatan dilakukan pada siang hari
pukul 13.00-17.00 WIB. Dari hasil survai pendahulu yang telah dilakukan
dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan di lapangan diperoleh data
sebagai berikut:
1. Tipe jalan : jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi.
2. Lebar jalur : 6 m.
3. Marka jalan : tidak ada.
4. Trotoar : 1,5 m
5.1.1 Data geometrik jalan
Dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan secara langsung ke
lapangan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan, diperoleh data
geometrik Jalan Ngasem Yogyakarta sebagai berikut.

1. Kondisi jalur lalu lintas
Lebar jalur lalu lintas Jalan Ngasem Yogyakarta sebagai berikut.
a. Lebar jalur 6 meter dan jalannya merupakan tipe jalan dua arah.
b. Tipe perkerasan yang dipakai pada Jalan Ngasem, menggunakan
perkerasan lentur.
c. Pemisahan arah lalu-lintas 50 - 50 didapat dari table faktor penyesuaian
kapasitas untuk pemisah arah didapat nilai FCSP = 1, hambatan samping
tinggi, jumlah penduduk ukuran kota 1,0 – 3,0 juta penduduk.
2. Kondisi bahu
a. Lebar bahu pada Jalan Ngasem Yogyakarta adalah 2 meter dengan lebar
di sisi timur 1 meter dan di sisi barat 1 meter.
b. Kedua sisi bahu digunakan untuk parkir pembeli, penggunaan parkir pada
bahu ini paling banyak digunakan untuk parkir mobil pribadi, mobil
angkutan barang, kendaraan bermotor, dan kendaraan tak bermotor.
c. Beberapa titik trotoar digunakan sebagai tempat berjualan dan pembatas
jalan digunakan juga untuk berjualan

Kondisi jalur lalu lintas
Lebar jalur lalu lintas Jalan Ngasem Yogyakarta sebagai berikut.
a. Lebar jalur 6 meter dan jalannya merupakan tipe jalan dua arah.
b. Tipe perkerasan yang dipakai pada Jalan Ngasem, menggunakan
perkerasan lentur.
c. Pemisahan arah lalu-lintas 50 - 50 didapat dari table faktor penyesuaian
kapasitas untuk pemisah arah didapat nilai FCSP = 1, hambatan samping
tinggi, jumlah penduduk ukuran kota 1,0 – 3,0 juta penduduk.
2. Kondisi bahu
a. Lebar bahu pada Jalan Ngasem Yogyakarta adalah 2 meter dengan lebar
di sisi timur 1 meter dan di sisi barat 1 meter.
b. Kedua sisi bahu digunakan untuk parkir pembeli, penggunaan parkir pada
bahu ini paling banyak digunakan untuk parkir mobil pribadi, mobil
angkutan barang, kendaraan bermotor, dan kendaraan tak bermotor.
c. Beberapa titik trotoar digunakan sebagai tempat berjualan dan pembatas
jalan digunakan juga untuk berjualan.

Tugas 12 Analisa data survey lalu lintas

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Untuk menganalisa lalulintas pada ruas jalan Jatiwaringin diperlukan data lalulintas pada lajur jalan tersebut. Dalam bab ini dibahas hasil dari penelitian mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian rata-rata (LHR), volume lalulintas harian rata-rata tahunan (LHR tahunan), kecepatan arus lalulintas, kerapatan, kapasitas jalan derajat kejenuhan dan tingkat pelayanan jalan sehingga sesuai dengan kondisi jalan yang sedang dilakukan pelebaran. Dalam perhitungan volume lalulintas dipakai data primer dari hasil pengamatan lapangan dari data arus lalulintas dimana sebelum dipergunakan sebagai hitungan dalam analisis data terlebih dahulu dikonversikan kedalam satuan mobil penumpang. Dengan data data yang didapat dari hasil survei dilapangan kemudian dianalisa dengan metode acuan standar yaitu Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997).Adapun nilai koefisien untuk berbagai jenis kendaraan dapat dilihat dalam tabel 2.7. 4.2 Analisa Lalu Lintas 4.2.1 Analisa Volume Lalu Lintas Adapun persamaan yang digunakan dalam analisa volume lalu lintas adalah sebagai berikut : q = n / T (4.1) Dimana : IV-1
q = volume lalu lintas yang melewati suatu titik. n = jumlah kendaraan yang melewati titik tersebut dalam interval waktu T. T = interval waktu pengamatan. Hasil total analisa volume lalu lintas (arus kendaraan) sebelum dan sesudah dikalikan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp) dalam satuan smp dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.4. Tabel 4.1 Hasil total analisa arus kendaraan pada lajur dua arah Hari : Senin, (16 April 2007) Waktu Arah: Pondok Gede - Batas DKI Arah: Batas DKI - Pondok Gede Kend smp Kend smp 7.00-7.15 239 124.25 519 248.45 7.15 7.30 237 131.25 466 216.85 7.30 7.45 286 159.25 447 206.25 7.45 8.00 242 125.95 397 199.75 8.00 8.15 224 125 411 207 8.15 8.30 204 109.5 375 189.2 8.30 8.45 207 118.15 441 212.25 8.45 9.00 177 101.25 368 177.5 Jumlah 1816 994.6 3424 1657.25 Sumber : data survei (data primer) IV-2
Tabel 4.2 Hasil total analisa arus kendaraan pada lajur dua arah Hari : Senin, (16 April 2007) Waktu Arah: Pondok Gede - Batas DKI Arah: Batas DKI Pondok Gede Kend smp Kend smp 12.00 12.15 217 128.5 196 117.45 12.15 12.30 205 109.75 168 94.15 12.30 12.45 188 107.75 144 87.75 12.45 13.00 191 121.45 205 126.25 13.00 13.15 198 109.5 193 115.4 13.15 13.30 181 121.75 180 111 13.30 13.45 261 148.5 216 134.45 13.45 14.00 178 117.65 173 103.25 Jumlah 1619 964.85 1475 889.7 Sumber : data survei (data primer) Tabel 4.3 Hasil total analisa arus kendaraan pada lajur dua arah Hari : Senin, (16 April 2007) Waktu Arah: Pondok Gede - Batas DKI Arah: Batas DKI Pondok Gede Kend smp Kend smp 17.00 17.15 418 194.9 224 123.15 17.15 17.30 371 186.7 177 132.15 17.30 17.45 377 169.25 192 111.75 17.45 18.00 393 202.9 211 130.95 18.00 18.15 399 197.45 198 122.25 18.15 18.30 373 197.5 224 125.95 18.30 18.45 371 182.75 238 135.25 18.45 19.00 382 189.7 231 125.25 Jumlah 3084 1521.15 1695 1006.7 Sumber : data survei (data primer) IV-3
Arus kendaraan pada ruas jalan Jatiwaringin terjadi pada jam puncak pagi hari yaitu pada lajur jalan dari arah Batas DKI Pondok Gede, maka contoh analisa perhitungan dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan pada interval waktu pengamatan tersebut, dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI ) 1997. Kecepatan dan waktu tempuh pada jenis kendaraan sepeda motor diabaikan karena kecepatan dan waktu tempuh sepeda motor terlalu cepat. Contoh analisa arus kendaraan - Data diambil pada jam puncak pagi hari, dari arah Batas DKI Pondok Gede pada pukul 07.00 08.00 (durasi 1 jam). q = T n = ( 519 + 466 + 447 + 397 ) kend ( 15 + 15 + 15 + 15 ) menit = 1829 60 = 30.48 31 kend / menit 4.2.2 Analisa Kecepatan Kendaraan Analisa kecepatan kendaraan ini dilakukan pada lajur jalan dari arah Pondok Gede Batas DKI maupun sebaliknya pada pagi hari pukul 07.00 09.00, siang hari pukul 12.00 14.00 dan sore hari pada pukul 17.00 19.00. Dalam menghitung kecepatan kendaraan digunakan kecepatan setempat (spot speed) yaitu menghitung kecepatan pada jarak yang ditentukan yaitu 100 meter, IV-4
kemudian kecepatan dirata-rata dengan menggunakan rumus kecepatan rata-rata ruang (space mean speed). Contoh perhitungan kecepatan kendaraan pada lajur jalan diambil pada arah Batas DKI Pondok Gede, pada pukul 07.00 07.15, pada periode jam puncak volume lalu lintas yang terjadi. (data survei kecepatan yang digunakan dalam perhitungan adalah data kecepatan kendaraan pada urutan pertama ; tabel 4.26 pada lampiran) L V = t = 100 m 36.45 detik = 0.100 km 0.0101 jam = 9.90 km / jam Hasil perhitungan kecepatan selanjutnya dapat di lihat pada lampiran (tabel L 4.1 s/d tabel L 4. 6 ). Sedangkan contoh analisa kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) pada lajur ruas jalan Jatiwaringin diambil pada arah dan jam yang sama dengan perhitungan kecepatan diatas yaitu arah Batas DKI Pondok Gede pada pukul 07.00 07.15. Us = L. n n i 1 ti = 0.10 x 3 ( 0.0101 + 0.0079 + 0.0071 ) = 11.92 km / jam IV-5
Hasil perhitungan kecepatan rata-rata ruang (Space mean speed) dapat dilihat pada lampiran (tabel L 4. 1 s/d l 4. 6 ) 4.2.3 Analisa Kerapatan Kendaraan Perhitungan kerapatan kendaraan pada ruas jalan Jatiwaringin diambil pada arah yang sama dengan analisa kecepatan yaitu arah Batas DKI menuju Pondok Gede, pada pukul 07.00 09.00 dapat dilihat pada tabel 4.5 dan tabel 4.6. Tabel 4.5 Analisa kerapatan kendaraan pada lajur jalan Jatiwaringin Hari : Senin Tanggal : 16 April 2007 Arah : Batas DKI Pondok Gede Waktu Volume (V) SMS (US) K = V / US (smp / 15 menit) (km / 15 menit) (smp / km) 07.00 07.15 248.45 11.92 20.84 07.15 07.30 216.85 10.67 20.32 07.30 07.45 206.25 11.67 17.67 07.45 08.00 199.75 8.47 23.58 08.00 08.15 207 8.43 24.55 08.15 08.30 189.2 6.03 31.37 08.30 08.45 212.25 8.16 26.01 08.45 09.00 177.5 8.09 21.94 Contoh perhitungan kerapatan diambil dari data pengamatan selama durasi waktu 1 jam. Kerapatan (K) = 20.84 + 20.32 + 17.67 + 23.58 IV-6
= 82.41 smp / km. Jadi nilai kerapatan pada ruas jalan Jatiwaringin yaitu 82.41 smp/km. 4.3 Analisa Lalu Lintas Dengan Menggunakan Metode Acuan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) 4.3.1 Analisa Kapasitas / Volume Maksimum Jalan Nama ruas Kondisi jalan : Jalan Jatiwaringin : Aspal Tipe jalan : 4 / 2 UD ( empat lajur tanpa pemisah ) Jumlah lajur : 4 Lebar lajur : 3,5 m (lebar jalur lalu lintas total 14 m) Pemisah arus lalu lintas : 50-50 ( prosentase arus lalu lintas antara arah Pondok Gede Batas DKI dan sebaliknya adalah sama). Dalam perhitungan nilai kapasitas dengan metode acuan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) sebelumnya harus diketahui kapasitas dasar untuk jalan perkotaan, faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu IV-7
lintas, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan samping serta faktor penyesuaian ukuran kota, setelah diketahui semuanya kemudian dicari nilai kapasitas jalan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : C = Co x FC W x FC SP x FC SF x FC CS 4.2 ) Dari data hasil survei lapangan didapat : - Kapasitas dasar jalan (Co) terdiri empat lajur, maka pada MKJI 1997 diambil data dari empat lajur tak terbagi, per lajurnya adalah sebesar Co = 1500 smp/jam (Tabel 2.11, Hal; II 41). - Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas efektif (We) per lajur = 3,50 m adalah FC W = 1,00 (Tabel 2.12, Hal; II 42). - Faktor penyesuaian untuk pemisah arah (FC SP ) pada ruas jalan terbagi dan jalan satu arah sebesar FC SP = 1,0. ( Tabel 2.13, Hal ; II 42). - Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FC SF ) adalah sedang, dan dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FC SF untuk jalan empat lajur dengan jarak kereb-penghalang, untuk nilai Wk = 1,0 m didapat nilai FC SF = 0,96 (Tabel 2.14, Hal; II 43) - faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FC Cs ) untuk wilayah kota madya Bekasi adalah sekitar 2.272.369 jiwa (Sensus penduduk tahun 2000, sumber BPS) dengan asumsi pertumbuhan penduduk 4.9 % per tahun, masuk dalam kategori ukuran kota antara 1,0 3,0 juta penduduk, didapat nilai FC CS = 1,00 (Tabel 2.15, Hal ; II 43). IV-8
Maka kapasitas jalan perlajur adalah : C = Co x FC W x FC SP x FC SF x FC CS = 1500 x 1,00 x 1,00 x 0,96 x 1,00 = 1440 smp / jam untuk kapasitas pada lajur jalan Jatiwaringin dengan empat lajur adalah C = C per lajur x jumlah lajur = 1440 smp / jam x 4 = 5760 smp / jam Dimana nilai kapasitas sama dengan volume maksimum ( C = Q max). Karena volume lalu lintas terbesar untuk satuan smp / jam, untuk lajur jalan Jatiwaringin terjadi pada pukul 07.00 08.00 dari arah batas DKI Pondok Gede yaitu sebesar = 248,45 + 216,85 + 206,25 + 199,75 = 871,30 smp/jam, maka nilai derajat kejenuhannya (DS) adalah : DS = V C = 871,30 smp / jam 5760 smp / jam = 0.152 4.3.2 Analisa Kecepatan Lalu lintas Sebelum mencari nilai V (kecepatan), maka dihitung terlebih dahulu nilai FV (kecepatan arus bebas), untuk perhitungan variabel diatas, variabel yang diperlukan dapat dilihat pada tabel 2.9 s/d tabel 2.13, dari tabel tabel tersebut didapat: IV-9
- Kecepatan arus bebas dasar utuk tipe jalan empat lajur tak terbagi untuk semua kendaraan adalah FVo = 51 (tabel 2.7, Hal; II 39). - Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas efektif per lajur (We) = 3,50 m, didapat nilai FV W = 0 (Tabel 2.8, Hal; II 39). - Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping sedang yaitu kereb penghalang dengan nilai Wg = 1,0 m, didapat nilai FFV SF = 0,96 (Tabel 2.9, Hal; II 40 - Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota (FFV CS ) untuk wilayah Jakarta Pusat adalah sekitar 1.832.425 jiwa (Sensus penduduk tahun 2000, sumber BPS), masuk dalam kategori ukuran kota antara 1,0 3,0 juta penduduk, didapat nilai FFV CS = 1,00 (Tabel 2.10, Hal; II -40). Dengan variabel data diatas lalu dimasukkan ke persamaan kecepatan arus bebas sebagai berikut: FV = (FVo + FV W ) x FFV SF x FFV CS.. 4.5) = (51 + 0) x 0,96 x 1,00 = 48.96 km / jam. Nilai kecepatan rata-rata kendaraan dapat diketahui melalui gambar 2.2 hal II-18, dengan perbandingan antara derajat kejenuhan (DS) = 0,163 dengan kecepatan arus bebas (FV) = 39.06 km/jam, kemudian didapat nilainya yaitu 47 km/jam. IV-10
4.3.3 Volume Lalu lintas Satuan lalulintas harian rata-rata (LHR) adalah kendaraan perhari. LHR( ADT) dengan: n Volume Lalulintas Harian i 1 n n = jumlah hari penelitian 1 n 365 hari6 Berdasarkan tabel L III. 1 2 untuk LHR Harian rata rata adalah sebagai berikut : - LHR harian rata rata untuk semua jenis kendaraan arah Batas DKI Pondok Gede adalah : 6520 kend / hari - LHR harian rata rata untuk semua jenis kendaraan arah Pondok Gede - Batas DKI adalah : 6674 kend / hari 4.3.4 Analisa Rambu-Rambu lalulintas Berdasarkan hasil survei pada ruas jalan Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi diperoleh data dimana terdapat beberapa rambu dan marka yaitu : 1. Rambu peringatan dilarang parkir yang terletak didaerah kampus Universitas Assyafiah dan daerah pertokoan Matahari. Dengan adanya rambu peringatan dilarang parkir maka kapasitas dan kecepatan lalulintas pada daerah tersebut sepanjang 200 meter cenderung lebih stabil. IV-11
2. Marka penyebrangan yang terletak di daerah SD dan TK Assyafiah dimana akan terjadi kemacetan sesaat pada jam jam masuk dan pulang sekolah didaerah tersebut. 3. Rambu informasi penunjuk jalan didaerah persimpangan pada komplek Bumi Jatiwaringin. IV-12
IV

Tugas 11 pengolahan data

ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Tinjauan Umum
Analisa yang mendalam akan menentukan perencanaan yang matang dan
tepat. Dalam Perencanaan Akses Menuju Terminal Baru Bandara Internasional
Ahmad Yani Semarang ini, analisa dilakukan untuk mendapatkan parameter-
parameter yang dibutuhkan dalam tahap perencanaan nantinya. Data yang
diambil adalah data yang didapat dari institusi terkait, hasil pengamatan
langsung, wawancara, maupun dari literatur.
 Analisa dalam Perencanaan Akses Menuju Terminal Baru Bandara
Internasional Ahmad Yani Semarang ini adalah
•Analisa data lalu lintas
•Analisa data daya dukung tanah (DDT)
•Analisa data curah hujan
 Dari analisa-analisa tersebut diharapkan akan didapatkan parameter
untuk kebutuhan desain yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
4.2 Data Lalu Lintas
 Dalam penyelesaian tugas akhir ini, data lalu lintas yang dipergunakan
yaitu data LHR tahun 2002 s/d 2006. LHR Bandara Ahmad Yani Kota
Semarang dipengaruhi oleh LHR dari ruas jalan masuk Bandara eksisting.
 Ruas jalan tersebut dipergunakan untuk analisis selanjutnya. Hal ini
karena kendaraan yang tercatat dari ruas jalan ini merupakan lalu lintas
kendaraan yang menuju dan keluar dari Bandara Ahmad Yani Kota Semarang.
Baik jalan eksisting maupun jalan akses baru yang akan direncanakan,
merupakan ruas jalan yang melayani lalu lintas luar kota. Maka, LHR yang
mewakili jenis lalu lintas akses tersebut adalah dari ruas jalan tersebut. Data –
data yang dianalisa yaitu berupa :
1. Data Sekunder
2. Data Primer


Senin, 13 Mei 2019

Tugas 10

. STUDI PUSTAKA
PENGUMPULAN DATA
SURVEI VOLUME 
DAN JENIS 
KENDARAAN
SURVEI WAKTU 
TEMPUH
SURVEI DATA 
GEOMETRIK
PENGOLAHAN DATA
Melakukan klasifikasi dalam bentuk 
tabel dan grafik
ANALISIS DATA
Analisis perhitungan volume, 
kecepatan, kerapatan, tundaan, 
dan derajat kejenuhan :
- Dengan delman
- Tanpa delman
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Penelitian Kinerja Di Ruas Jalan

PENGARUH DELMAN TERHADAP KELANCARAN LALU 
LINTAS DI JALAN GUNUNG BATU BANDUNG 
1. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 
Delman mempunyai kecepatan yang rendah dan sering berhenti di tengah 
jalan sehingga mengganggu kendaraan lain. 
1.2Maksud dan Tujuan 
Maksud : menentukan besarnya pengaruh delman terhadap kinerja di 
Jalan Gunung Batu, Bandung. 
Tujuan : mengetahui pengaruh delman terhadap: volume lalu lintas, 
kecepatan, kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan. 
1.3Pembatasan Masalah 
Survei dilakukan pada Jalan Gunung Batu Bandung selama 6 jam dan 
jenis kendaraan yang diamati adalah motor, kendaraan berat dan ringan, 
angkot dan delman. 
3. METODOLOGI PENELITIAN 
Survei yang dilakukan adalah : 
- Survei volume pada ruas jalan dengan delman (dengan titik 
pengamatan P pada Peta Lokasi). 
- Survei waktu tempuh dilakukan pada ruas jalan dengan dan tanpa 
delman (ditandai garis AB dan CD pada Peta Lokasi).

4. ANALISIS DATA 
4.1 Analisis Data Volume Lalu Lintas 
Volume dihitung dengan Rumus 2.1 : 
t
n
Q =
kemudian volume dikonversikan satuannya menjadi smp dengan rumus : 
smp = jumlah kendaraan * emp 
Perhitungan dilakukan dalam Tabel 4.1 sampai 4.5 seperti berikut : 
Tabel 4.5 Volume Total Kendaraan Untuk Kedua Arah (Dengan Delman) 
Waktu Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Total 
Pengamatan Sepeda MotorKend. RinganKend. Berat Angkot Delman (smp)
 Kend smp Kend smp kend smp kend smp kend smp 
06.30-07.30 1652 826 596 596 34 44,2 66 66 136 108,8 1641 
06.45-07.45 1860 930 615 615 30 39 61 61 143 114,4 1759,4
07.00-08.00 1829 914,5 570 570 22 28,6 62 62 133 106,4 1681,5
07.15-08.15 1658 829 538 538 20 26 59 59 122 97,6 1549,6
07.30-08.30 1392 696 548 548 26 33,8 55 55 123 98,4 1431,2
Volume terbesar untuk kedua arah pada pagi hari adalah antara pukul 
06.45 - 07.45 dengan 1759,4 smp/jam, dan volume terbesar untuk kedua 
arah pada siang hari adalah sebesar 1166 smp/jam yang terjadi pada 
pukul 10.30 – 11.30. 
4.2 Analisis Data Kecepatan
Dihitung terhadap waktu dan jarak tempuh dengan menggunakan Rumus 2.5 
 
=
=
n
i 1
i
s
t
6.3 * n* d
U
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6 sampai 4.9 seperti berikut : 
Tabel 4.6 Kecepatan Kendaraan Dengan Ganggguan Delman 
 Arah Cimindi - Pasteur (Sejauh 400 m) 
 Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Jam Sepeda Motor K. Ringan K. Berat Angkot Delman 
 det Km/jam det km/jam det km/jam det km/jam det km/jam
06.30-06.45 38,7 37,2 43,9 32,8 57,3 25,1 48,8 29,5 83,7 17,2 
06.45-07.00 40,8 35,3 48,1 29,9 54,3 26,5 48,6 29,6 82,5 17,5 
07.00-07.15 41,9 34,4 56,2 25,6 59,9 24 56,3 25,6 82,6 17,4 
07.15-07.30 45,4 31,7 66 21,8 69 20,9 104 13,8

Selanjutnya dihitung kecepatan rata-rata ruang per jam semua jenis 
kendaraan. 
Hasil dan cara perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.10 sampai 4.13 
seperti di bawah ini : 
Tabel 4.10 Perhitungan Kecepatan Rata-Rata Ruang (Us) Kendaraan Arah Cimindi 
– Pasteur (Dengan Delman) 
No Waktu % Distribusi Kendaraan Kecepatan Rata-Rata (km/jam) Us
 Pengamatan MC LV HV Angkot UM MC LV HV Angkot UM (km/jam)
[1] [2] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] 
1 06.30-07.30 55,2 36,1 1 3,4 4,3 34,6 27,5 25,2 26,4 16,5 30,9 
2 06.45-07.45 57,4 34,1 1 3,1 4,4 32,4 23,7 22,1 23,4 15,6 28,3 
3 07.00-08.00 58,9 32,7 1 2,8 4,6 31,8 22,9 21,8 22,7 15,1 27,8 
4 07.15-08.15 58,3 33,2 1,1 2,8 4,6 32,6 22,5 21,1 22,2 15 28 
Kolom [19] = { ([9]*[14]) +([10]*[15]) + ([11]*[16]) + ([12]*[17]) + ([13}*[18}) } / 100
4.3 Analisis Data Kerapatan 
Kerapatan dihitung dengan menggunakan Rumus : D = 
Us 
Q
Hasil perhitungan kerapatan dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan 4.15 
seperti berikut : 
Tabel 4.14 Perhitungan Kerapatan Kendaraan Pada Ruas Jalan 
Dengan Delman 
 Vol Kend Vol Kend Kec Kend Kec Kend Arah C - PArah P - C
Waktu Arah C - PArah P - CArah C - PArah P - CD = Q / UsD = Q / Us
 (smp/jam) (smp/jam) (km/jam) (km/jam) (smp/km) (smp/km)
06.30-07.30 1149,8 491,2 30,9 27,3 37,2 18 
06.45-07.45 1242,2 517,2 28,3 26,2 43,8 19,7 
07.00-08.00 1172,6 508,9 27,8 25,4 42,2 20 
07.15-08.15 1040,7 508,9 28 26,2 37,1 19,4 
Kerapatan maksimum yang terjadi pada ruas jalan dengan delman adalah 
sebesar 42,2 smp/km pada pukul 06.45 – 07.45 untuk arah Cimindi - 
Pasteur dan sebesar 22,5 smp/jam pada pukul 10.30 – 11.30 untuk arah 
Pasteur – Cimindi

4.4 Analisis Tundaan 
Lamanya tundaan dapat dihitung dengan : 
Tundaan = waktu tempuh dengan delman – waktu tempuh tanpa delman. 
Hasil perhitungan tundaan dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan 4.17 seperti 
berikut : 
Tabel 4.16 Tundaan Arah Cimindi - Pasteur (Sejauh 400 m) 
Jam Sep. Motor K. Ringan K. Berat Angkot Rata-Rata 
 (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) 
06.30-06.45 6,2 8,4 15,4 8,2 9,6 
06.45-07.00 7,6 10 6,7 5,1 7,4 
07.00-07.15 10,3 15,2 10,9 9,2 11,4 
07.15-07.30 10,6 24,4 23,7 19,6 
07.30-07.45 15,9 43,5 47,3 43 37,4 
Tundaan rata-rata terbesar semua kendaraan adalah 37,4 detik untuk arah 
Cimindi – Pasteur yang terjadi pada pukul 07.30 – 07.45 dan untuk arah 
Pasteur – Cimindi adalah sebesar 25,5 detik yang terjadi pada pukul 
07.45 – 08.00. 
4.5 Analisis Kapasitas Jalan Berdasarkan MKJI 1997 
Penentuan kapasitas dilakukan dengan menyusun langkah – langkah 
sebagai berikut: 
a. Dengan Delman 
Kapasitas (C) = C0 * FCW * FCSP * FCSF * FCCS (persamaan 2.6) 
C0 = 2900 smp/jam (total dua arah) untuk jalan 2/2 UD 
FCW = 0,56 (5 meter) 
FCSP = 1 (pemisahan arah 50%-50%) 
FCSF = 0,89 (hambatan samping sedang dan lebar bahu efektif = 0,5 m) 
FCCS = 1,04 (jumlah penduduk kota lebih besar dari 3 juta) 
Maka didapat kapasitas (C) = 2900 * 0,56 * 1 * 0,89 * 1,04 = 1503,2 
smp/jam untuk total kedua arah. 
b. Tanpa Delman : C = 1604,5 smp/jam untuk total kedua arah.

4.6 Analisis Derajat Kejenuhan 
Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan Rumus 2.8 : DS =
C
Q
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.18 seperti berikut : 
Tabel 4.18 Derajat Kejenuhan 
 Vol Kend kedua ArahVol Kend kedua Arah DS = Q / C DS = Q / C 
Waktu Dengan Delman Tanpa Delman Dengan Delman Tanpa Delman
 (smp/jam) (smp/jam) 
06.30-07.30 1641 1532,2 1,09 0,95 
06.45-07.45 1759,4 1645 1,17 1,03 
07.00-08.00 1681,5 1575,1 1,12 0,98 
07.15-08.15 1549,6 1452 1,03 0,9 
Delman berpengaruh besar karena membuat arus menjadi jenuh (Ds ≥ 1) 
terjadi pada pagi hari yaitu antara pukul 06.30 – 08.15. 
4.7 Uji Statistik (Data Kecepatan) dengan uji nilai t 
H0 : kecepatan pada ruas jalan tanpa delman ≤ kecepatan pada ruas jalan 
dengan delman 
H1 : kecepatan pada ruas jalan tanpa delman > kecepatan pada ruas jalan 
dengan delman. 
Kriteria uji : tolak H0 bila t hitung ≥ t tabel
- Arah Cimindi – Pasteur 
Hasil perhitungan diperoleh : t hitung = 37,573 > t tabel = 1,72 
Maka disimpulkan bahwa kecepatan kendaraan pada ruas jalan tanpa 
delman > kecepatan kendaraan pada ruas jalan dengan delman 
Selang kepercayaan untuk selisih kecepatan : 7,649 < x < 12,455 
- Arah Pasteur - Cimindi 
Hasil perhitungan diperoleh : t hitung = 35,652 > t tabel = 1,72 
Maka dapat ditarik kesimpulan yang sama dengan arah Cimindi–Pasteur. 
Selang kepercayaan untuk selisih kecepatan: 10,179 < x < 17,035

5. KESIMPULAN DAN SARAN 
5.1 Kesimpulan :
1. Jam puncak pagi hari terjadi pada pukul 06.45 – 07.45 dengan volume 
sebesar 1759 smp/jam (dua arah), sedangkan pada siang hari terjadi 
pada pukul 10.30 – 11.30 dengan volume sebesar 1166 smp/jam (dua 
arah). 
2. Hubungan antara parameter lalu lintas untuk arah Cimindi – Pasteur : 
a. Pada jam puncak pagi volume dengan delman lebih besar 4,65 % 
daripada volume tanpa delman, sedangkan pada jam puncak siang 
volume dengan delman lebih besar 7,84 %. 
b. Pada jam puncak pagi kecepatan dengan delman lebih kecil 29,25 
% daripada kecepatan tanpa delman, sedangkan pada jam puncak 
siang kecepatan dengan delman lebih kecil 25,31 %.
c. Pada jam puncak pagi kerapatan dengan delman lebih besar 47,47 
% daripada kerapatan tanpa delman, sedangkan pada jam puncak 
siang kerapatan dengan delman lebih besar 44,8 %. 
3. Hubungan antara parameter lalu lintas untuk arah Pasteur - Cimindi : 
a. Pada jam puncak pagi volume dengan delman lebih besar 12,93 % 
daripada volume tanpa delman, sedangkan pada jam puncak siang 
volume dengan delman lebih besar 5,94 %. 
b. Pada jam puncak pagi kecepatan dengan delman lebih kecil 37,61 
% daripada kecepatan tanpa delman, sedangkan pada jam puncak 
siang kecepatan dengan delman lebih kecil 33,89 %.
c. Pada jam puncak pagi kerapatan dengan delman lebih besar 80,73 
% daripada kerapatan tanpa delman, sedangkan pada jam puncak 
siang kerapatan dengan delman lebih besar 60,71 %. 
4. Derajat kejenuhan yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah 
sebagai berikut : - jam puncak pagi : - dengan delman : 1,17 
 - tanpa delman : 1,03

Tugas 8 pengenalan dan menghitung traffic signal

Traffic light adalah lampu yang digunakan untuk mengatur
kelancaran lalu lintas di suatu persimpangan jalan dengan cara member i
kesempatan pengguna jalan dari masing -masing arah untuk berjalan
secara bergantian. Karena fungsinya yang begitu penting maka lampu
lalu lintas harus dapat dikendalikan atau dikontrol semudah dan seefisien
mungkin guna memperlancar arus lalu lintas di suatu persimpangan jalan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang juga disertai dengan
perkembangan teknologi, jumlah kendaraan yang ada terus bertambah
banyak sehingga lalu lintas di jalan juga semakin bertambah padat, akan
tetapi hal tesebut tidak diikuti dengan perkembanagn infrastruktur yang
ada. Perkembangan tersebut membawa dampak terhadap sist em lalu
lintas yang ada yaitu dalam sistem pengaturan waktu penyalaan traffic
light.
Sebagian besar pengendalian pewaktuan sistem traffic light yang
ada pada saat ini masih menggunakan pewaktu yang sudah terpasang
pada sistemnya dan tidak memiliki fitur pengaturan pewaktuan
penyalaan. Hal itu menyebabkan operator tidak dapat mengubah-ubah
waktu nyala lampu lalu lintas pada tiap-tiap arah setiap saat, untuk
menyesuaikan kondisi jalan dan kepadatan kendaraan yang ada pada tiap ruas jalan. Hal itu adalah sebagian kekurangan dari pengendalian traffic
light pada saat ini.
Contoh pengendalian lampu dengan Program Logic Control
(PLC), pengaturan traffic light dengan PLC memiliki kekurangan dalam
pengaturan pewaktuanya karena sulit diatur secara real time. Kekurangan
tersebut timbul karena untuk pemrogramannya harus terhubung dengan
komputer. Dalam perkembangan yang lebih lajut dibuatlah sistem taffic
light yang dikendalikan dengan Radio Frekuensi (RF), akan tetapi
komunikasi dengan radio kurang aman baik ad anya gangguan dari sinyal
noise maupun gangguan dari unsur manusia yang jail. Hal tersebut coba
diperbaiki dengan pembuatan sistem taffic light yang berbasis Personal
Computer (PC). Pengendalian dengan PC memiliki kelebihan pada
memori yang besar dan memiliki sistem pewaktuan yang mudah diatur,
disamping itu pula untuk pengawasanya pun akan lebih mudah. Namun
sistem pengendalian taffic light yang berbasis PC memiliki kendala
dalam hal pemasangannya, hal ini terkait dengan sistem transfer data
serial yang terbatas jaraknya. Disamping itu juga pengendalian
mengunakan PC memiliki kelemahan dalam sistem pengkabelanya yang
lebih rumit dan pembiayaan yang cenderung lebih mahal . Berdasarkan
penelitian yang telah ada penyusun mencoba untuk mengembangkan
penelitian sebelumnya yaitu pengendalian blok taffic light yang
dilengkapi dengan pengaturan jam sibuk (rush hour) yang berbeda-beda dan pewaktuannya dapat diatur dengan tombol sehingga dapat dipilih dan
disesuikan dengan tingkat kepadatan yang ada.
Pengkondisian kapan jam sibuk yaitu ketika memasuki jam-jam
dimana jumlah kendaraan yang menuju ke arah tertentu akan lebih
banyak, sebagai contoh pada saat jam akan memasuki waktu kerja dan
masuk sekolah maka jumlah kendaraan yang menuju kearah kota akan
meningkat dan menjadi padat, sebaliknya jalan yang keluar pusat
keramaian cenderung akan lebih sepi. Pengkondisian jam sibuk tersebut
diharapkan dapat membantu mengurangi waktu tunggu ketika berada di
perempatan saat menunggu traffic light.
Sekarang ini yang banyak digunakan adalah sistem traffic light
berbasis mikrokontroler yang dapat digunakan sebagai sarana pemproses
logika dan perintah untuk me ngatur penyalaan lampu traffic. Sistem
traffic light berbasis mikrokontroler juga sering dijadikan pilihan karena
pembiayaanya yang relative lebih murah.

Senin, 22 April 2019

TUGAS 6

(Preliminary Survey)



Pada awal pelaksanaan proyek, pengukuran awal yang baik termasuk survey lokasi dan pematokan awal menentukan kelancaran pelaksanaan pekerjaan berikutnya.
Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan dalam pengukuran awal, survey lokasi dan pematokan awal antara lain diuraikan secara singkat pada bagian ini.

Pemeriksaan dan pematokan batas lahan
Hal yang paling mendasar adalah memastikan bahwa lahan yang dilaksanakan adalah sesuai dengan lokasi yang disebutkan dalam Kontrak dan Sertifikat Tanah yang dimiliki oleh Owner, karena semua acuan perletakan bangunan dan infrastrukturnya, harus mengacu pada batas-batas lahan yang benar.

Langkah pemeriksaan dan pematokan batas lahan adalah sebagai berikut :
  • pastikan bahwa patok batas lahan, pada tiap sudut perimeter lahan sesuai dengan data Badan Pertanahan Nasional — jika belum ada patok dari BPN, sebaiknya diminta pihak BPN atau pengelola kawasan untuk memasang patok-patok batas lahan yang sesuai dengan data mereka
  • jika patok yang ada belum permanen (tidak dicor) atau tidak terlindungi dengan baik, sebaiknya dibuat patok beton dengan cor dan memasang titik batas dengan tanda paku tertanam di tiap patok dan lindungilah patok-patok tersebut dengan perimeter yang baik dan mudah dipantau (dari bambu atau kaso dan diberi tanda warna atau bendera atau tanda lain yang mudah dilihat)
  • setelah dipastikan seluruh patok perimeter sesuai, Berita Acara Joint Survey yang sudah disahkan bersama instansi terkait dan Konsultan Pengawas atau Owner harus disimpan dan menjadi dasar acuan seluruh pengukuran berikutnya
  • titik batas lahan dan garis perimeternya diplot ke gambar dan dilakukan cross check apakah sesuai dengan batas yang diberikan dalam gambar desain atau gambar konstruksi— jika terjadi perbedaan maka harus dilaporkan kepada Konsultan untuk dilakukan penyesuaian gambar desain
  • periksa luas lahan apakah sesuai dengan luasan pada sertifikat tanah yang dimiliki Owner
  • buatlah patok-patok benchmark utama (BM) yang terhubung dengan seluruh titik sudut perimeter lahan di lokasi yang tidak terganggu selama pelaksanaan proyek dan diplotkan pada gambar pelaksanaan, serta menjadi acuan awal pelaksanaan pematokan (stacking out) pada bangunan-bangunan yang akan dilaksanakan
  • jika diperlukan, dapat dibuat patok-patok pinjaman untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran dan pematokan berikutnya
Pemeriksaan level dan kontur tanah eksisting
Setelah batas lahan dipastikan sesuai, segera dilakukan pemeriksaan level dan kontur tanah eksisting, untuk mendapatkan data acuan level bangunan serta infrastruktur yang akan dilaksanakan.

Data dari pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk perhitungan pekerjaan cut and fill serta galian/urugan yang diperlukan

Tanda atau marking level di lapangan untuk level acuan seluruh bangunan yang akan dikerjakan, dapat berupa tanda segitiga terbalik berwarna merah dan angka level acuan, yang dapat dibuat pada patok BM utama atau pada bangunan atau infrastruktur eksisting yang dipastikan tidak akan berubah dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal selama pelaksanaan proyek.

Lakukan pengukuran kontur tanah eksisting, termasuk level jalan raya, saluran, pedestrian, dsb, termasuk seluruh kondisi eksisting pada area di sekitar lokasi proyek jika memungkinkan (sekitar 5 m' di luar batas lahan).

Pastikan data dipelihara dengan baik dan jika tanda yang dibuat di lapangan terhapus atau rusak segera lakukan perbaikan atau pembuatan tanda yang baru.



Gambar Situasi dan Potongan

Setelah diperoleh data dari pengukuran dan pengecekan batas lahan serta kontur eksisting, data yang ada diplotkan di Gambar Situasi dan Potongan, sebagai gambar kerja, meliputi data-data dan informasi antara lain :
  • titik patok dan garis perimeter (batas lahan)
  • titik patok benchmark dan pinjaman
  • titik penempatan tanda atau marking level acuan
  • garis kontur lahan eksisting
  • posisi dan dimensi perimeter as atau perimeter luar masing-masing bangunan serta infrastruktur utama yang akan dikerjakan, termasuk jarak antar bangunan dan infrastruktur yang direncanakan
  • garis sepadan bangunan (GSB)
  • bangunan atau konstruksi atau infrastruktur eksisting di dalam area proyek
  • untuk infrastruktur atau bangunan eksisting tertentu perlu diukur dan digambarkan posisi dan dimensi aktualnya, serta diberikan tanda untuk infrastruktur eksisting yang akan terpengaruh pekerjaan, misal : tiang listrik atau lampu PJU atau bak kontrol atau pohon yang harus dibongkar atau dipindahkan karena lokasi penempatannya akan dibangun jalan entrance maupun exit
  • potongan melintang dan memanjang jalan raya eksisting dan infrastrukturnya, untuk menunjukkan level masing-masing infrastruktur eksisting (jalan, saluran, kabel dan pipa eksisting)
  • potongan memanjang dan melintang yang menunjukkan level bangunan dan infrastruktur (jalan dan saluran) yang akan dilaksanakan, untuk menunjukkan level rencana terhadap jalan dan saluran drainase eksisting — jika terdapat masalah segera informasikan kepada Konsultan dan Owner supaya dapat diperoleh solusinya bersama-sama, misal : untuk kemiringan saluran yang akan dilaksanakan terhadap outlet pada pertemuan dengan saluran drainase eksisting

Infrastruktur eksisting di sekitar perimeter proyek yang harus dipantau dan diambil posisi dan levelnya antara lain :
  • jalan raya, saluran dantrotoar/pedestrian
  • tiang telepon
  • tiang listrik dan lampu PJU
  • rambu-rambu dan pohon penghijauan milik instansi kawasan atau pemerintah
  • posisi utilitas kabel dan pemipaan eksisting termasuk bak kontrol maupun instalasi kontrol lainnya
  • menara air atau menara telekomunikasi yang berada di dekatperimeter lahan proyek, yang mungkin akan terpengaruh, mempengaruhi atau harus dilindungi dari efek pelaksanaan pekerjaan
  • bangunan dan utilitas milik tetangga di samping dan di seberang lokasi proyek
  • sungai, lereng dan vegetasi tinggi disekitar lokasi proyek dalam radius yangberpengaruh pada ataupun dipengaruhi oleh pelaksanaan proyek

Selain itu perlu juga didokumentasikan kondisi tiap bangunan atau infrastruktur atau lereng alam eksisting, serta dibuat laporan atau berita acara yang diserahkan ke Konsultan, Owner atau instansi terkait, untuk data dan dasar jika terjadi permasalahan, misalnya tuduhan menimbulkan kerusakan atau tuntutan untuk memperbaiki dan memasang kembali dari pihak lain -- supaya dapat diketahui apakah memang kerusakan ditimbulkan karena pelaksanaan proyek atau sudah rusak sebelum proyek dimulai

Pengamatan kondisi lapangan

Selain pengukuran dan pendataan serta pembuatan gambar seperti diuraikan di atas, kondisi lapangan baik di dalam lokasi maupun di sekitar lokasi proyek, perlu diamati antara lain :

  • kondisi tanah dan vegetasi serta konstruksi dan utilitas eksisting di lokasi proyek
  • bahaya alam (lereng yang mudah longsor, daerah sambaran petir,  dsb)
  • kondisi lalu lintas serta manuver kendaraan di sekitar lokasi proyek
  • lokasi dan nomor telepon instansi penting (kantor pemerintahan dan kawasan yang terdekat dengan lokasi proyek : kantor kelurahan atau kecamatan, kantor polisiklinik atau rumah sakit, kantor pemadam kebakaran, tempat ibadah, warung makan dan kios, dsb)
  • kondisi sosial di sekitar lokasi proyek.

Hal ini dimaksudkan supaya tim Kontraktor dapat mengantisipasi segala kendala yang mungkin timbul serta membuat persiapan pencegahannya, termasuk memberikan gambaran awal yang baik untuk penempatan bangunan sementara termasuk akses dan jalan kerja yang diperlukan.


Kendala yang mungkin timbul antara lain : potensi kemacetan pada jam tertentu di jalan sekitar proyek, adanya cekungan yang harus diperbaiki sebelum pelaksanaan konstruksi jalan di proyek, dsb

Pengamatan ini juga berguna untuk menganalisa metoda kerja yang akan digunakan, dalam kaitan aspek teknis maupun non teknis yang mungkin terjadi


Walaupun pengamatan dan informasi ini pada umumnya telah dilakukan sebelum mengikuti tender, lebih baik pada awal pelaksanaan, tim konstruksi melakukan pengamatan ulang supaya diperoleh gambaran yang lebih jelas dan akutal termasuk jika informasi dari tim tender terdapat kekurangan atau kurang jelas

TUGAS 5

PENDAHULUAN
Permasalahan lalu lintas jalan raya
merupakan suatu permasalahan yang kompleks
dalam dunia transportasi darat terutama untuk
transportasi perkotaan. Setiap diselesaikan satu
permasalahan akan muncul permasalahan
berikutnya, dan tidak menutup kemungkinan
bahwa masalah yang berhasil diselesaikan
dikemudian hari akan menimbulkan
permasalahan baru.
Problem transportasi diperkotaan
tersebut timbul terutama disebabkan karena
tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan
jumlah kendaraan tidak sebanding dengan
pertumbuhan prasarana transportasi. serta
populasi dan pergerakan yang meningkat
dengan pesat setiap harinya. Untuk itu,
informasi mengenai pergerakan arus lalu lintas
sangat penting untuk diketahui didaerah
perkotaan.
Dalam perencanaan, perancangan dan
penetapan berbagai kebijaksanaan sistem
transportasi, teori pergerakan arus lalu lintas
memegang peranan sangat penting.
Kemampuan untuk menampung arus lalu lintas
sangat bergantung pada keadaan fisik dari jalan
tersebut, baik kualitas maupun kuantitasnya
serta karakteristik operasional lalu lintasnya.

Teori pegerakan arus lalu lintas ini akan
menjelaskan mengenai kualitas dan kuantitas
dari arus lalu lintas sehingga dapat diterapkan
kebijaksanaan atau pemilihan sistem yang
paling tepat untuk menampung lalu lintas yang
ada. Untuk mempermudah penerapan teori
pergerakan lalu lintas digunakan metoda
pendekatan matematis untuk menganalisa
gejala yang berlangsung dalam arus lalu lintas.
Salah satu cara pendekatan untuk
memahami perilaku lalu lintas tersebut adalah
dengan menjabarkannya dalam bentuk
hubungan matematis dan grafis. Suatu
peningkatan dalam volume lalu lintas akan
menyebabkan berubahnya perilaku lalu lintas.
Secara teoritis terdapat hubungan yang
mendasar antara volume (flow) dengan
kecepatan (speed) serta kepadatan (density).
KAJIAN PUSTAKA
Komposisi Lalu Lintas
Pada kenyataannya, arus lalu lintas
yang ada di lapangan adalah heterogen.
Sejumlah kendaraan dengan berbagai jenis,
ukuran dan sifatnya membentuk sebuah arus
lalu lintas. Keragaman ini membentuk
karakteristik lalu lintas yang berbeda untuk
setiap komposisi dan berpengaruh terhadap
arus lalu lintas secara keseluruhan.
Memperhatikan kondisi tersebut,
diperlukan suatu besaran untuk menyatakan
pengaruh sebuah jenis kendaraan terhadap
arus lalu lintas secara keseluruhan. Satuan
mobil penumpang (smp) merupakan sebuah
besaran yang menyatakan ekivalensi pengaruh
setiap jenis kendaraan yang dibandingkan
terhadap jenis kendaraan penumpang. Dengan
besaran ini, setiap komposisi lalu lintas dapat
dinilai.
Tabel 1. Daftar satuan mobil penumpang
No. Jenis Kendaraan smp
1. Kendaraan ringan 1.00
2. Kendaraan berat 1.20
3. Sepeda motor 0.25
4. Kendaraan tak bermotor 0.80
Sumber : IHCM, 1997
Arus Lalu Lintas
Karakteristik lalu-lintas terjadi karena
adanya interaksi antara pengendara dan
kendaraan dengan jalan dan lingkungannya.
Pada saat ini pembahasan tentang arus lalu
lintas dikonsentrasikan pada variabel-variabel
arus (flow, volume), kecepatan (speed), dan
kerapatan (density). Ketiga komponen itu
termasuk pembahasan arus lalu-lintas dalam
skala makroskopik.
Pembahasan tersebut telah mengalami
perkembangan dari konsep awalnya yakni
bahwa elemen utama dari arus lalu-lintas adalah
komposisi atau karakteristik volume, asal tujuan,
kualitas, dan biaya. Pergeseran tersebut terjadi
karena saat ini arus lalu-lintas pada dasarnya
hanya menggambarkan berapa banyak jenis
kendaraan yang bergerak.
Arus dan Volume
Arus lalu-lintas (flow) adalah jumlah
kendaraan yang melintasi suatu titik pada
penggal jalan tertentu, pada periode waktu
tertentu, diukur dalam satuan kendaraan per
satuan waktu tertentu. Sedangkan volume
adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu
arus jalan pada periode waktu tertentu diukur
dalam satuan kendaraan per satuan waktu.
Kecepatan
Kecepatan merupakan parameter utama
kedua yang menjelaskan keadaan arus lalu
lintas di jalan. Kecepatan dapat didefinisikan
sebagai gerak dari kendaraan dalam jarak per
satuan waktu.
Dalam pergerakan arus lalu-lintas, tiap
kendaraan berjalan pada kecepatan yang
berbeda. Dengan demikian pada arus lalu-lintas
tidak dikenal karakteristik kecepatan tunggal
akan tetapi lebih sebagai distribusi dari
kecepatan kendaraan tunggal. Dari distribusi
tersebut, jumlah rata-rata atau nilai tipikal dapat
digunakan untuk mengetahui karakteristik dari
arus lalu-lintas. Dalam perhitungannya
kecepatan rata-rata dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Time Mean Speed (TMS), yang didefinisikan
sebagai kecepatan rata-rata dari seluruh
kendaraan yang melewati suatu titik dari
jalan selama periode tertentu.
2. Space Mean Speed (SMS), yakni kecepatan
rata-rata dari seluruh kendaraan yang
menempati penggalan jalan selama periode
waktu tertentu.
Kerapatan
Kerapatan dapat didefinisikan sebagai
jumlah kendaraan yang menempati suatu
panjang jalan atau lajur, secara umum dapat
diekspresikan dalam kendaraan per mil (vpm)
atau kendaraan per mil per lane (vpmpl).
Kerapatan sulit diukur secara langsung di
lapangan, melainkan dihitung dari nilai
kecepatan dan arus sebagai hubungan:
V = Us ×D .................................................... ( 1 )
Dengan : V adalah arus lalu lintas, Us adalah
Space Mean Speed dan D adalah kerapatan
Model dari hubungan antara variabel arus,
kecepatan, dan kerapatan, dapat terlihat pada
Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Hubungan antara Arus, Kecepatan, dan
Kerapatan
Pada gambar tersebut dapat
diterangkan bahwa:
1. Pada kondisi kerapatan mendekati harga nol,
arus lalu lintas juga mendekati harga nol,
dengan asumsi seakan-akan tidak terdapat
kendaraan bergerak. Sedangkan
kecepatannya akan mendekati kecepatan
rata-rata pada kondisi arus bebas.
2. Apabila kerapatan naik dari angka nol, maka
arus juga naik. Pada suatu kerapatan
tertentu akan tercapai suatu titik di mana
bertambahnya kerapatan akan membuat
arus menjadi turun.
3. Pada kondisi kerapatan mencapai kondisi
maksimum atau disebut kerapatan kondisi
jam (kerapatan jenuh) kecepatan perjalanan
akan mendekati nilai nol, demikian puia arus
lalu lintas akan mendekati harga nol karena
tidak memungkinkan kendaraan untuk dapat
bergerak lagi.
4. Kondisi arus di bawah kapasitas dapat terjadi
pada dua kondisi, yakni:
a. Pada kecepatan tinggi dan kerapatan
rendah (kondisi A).
b. Pada kecepatan rendah dan kerapatan

TUGAS 4 PENGENALAN DAN PEMAHAMAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

Arus lalu lintas dibentuk oleh pengendara dan kendaraan sehingga terjalin suatu interaksi keduanya serta interksi antara kedua komponen tersebut terhadap jalan dan lingkungan. Kendaraan yang memasuki suatu arus lalu lintas tidak mungkin berjalan secara seragam karena ketidaksamaan pengemudi dalam hal ketrampilan mengemudi dan pengambilan keputusan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada keadaan dua lalu lintas yang serupa sekalipun dalam kondisi yang setara, jalan dan kendaraan, yang hal itu diakibatkan oleh perilaku dan kebiasaan pengemudi yang sangat bervariasi.

Perilaku arus lalu lintas sangat berlainan dengan perilaku suatu aliran suatu fluida yang melalui suatu saluran terbuka atau pipa tertutup, yang perilakunya bisa diprediksi yakni mengikuti hukum hidraulis dan aliran fluida. Karakteristik aliran lalu lintas yang melewati suatu jalan merupakan variasi dari lokasi dan waktu. Suatu tantangan bagi seorang Traffic Engineer ketika harus merencanakan dan mendisain suatu lalu lintas, dia tidak cukup hanya memprediksi hal-hal yang bersifat eksak melainkan juga memperhitungkan perilaku manusia sebagai road user yang kompleks.

Rambu Batas Maksimum
Kecepatan Kendaraan

(sumber : skyscrapercity.com)
Walaupun demikian, perilaku pengemudi dalam suatu aliran lalu lintas akan tetap konsisten pada suatu rangetertentu yang normal. Sebagai contoh pada suatu ruas jalan dengan kecepatan disain 60 km/jam misalnya, pengemudi akan cenderung menjalankan kendaraan pada kecepatan sekitar rangetersebut misalnya pada kecepatan antara 45 sampai dengan 65 km/jam, dan sedikit pengemudi yang menjalankan kendaraannya pada kecepatan 70 km/jam atau di atas 80 km/jam.

Secara kuantitatif untuk keperluan disain arus lalu lintas, sekalipun karakteristik sangat bervariasi, perilakunya tetap dapat diprediksi pada suatu rentang yang normal. Dengan kata lain parameter-parameter tersebut harus bisa didefinisikan dan diukur, sehingga seorang Traffic Engineer akan bisa menganalisis, mengevaluasi, dan merencanakan dalam batas minimal berdasarkan batasan normal parameter-parameter di atas. Arus lalu lintas dibentuk oleh pengendara dan kendaraan sehingga terjalin suatu interaksi keduanya serta interaksi antara kedua komponen tersebut terhadap jalan dan lingkungan. Kendaraan yang memasuki suatu arus lalu lintas tidak mungkin berjalan secara seragam karena ketidaksamaan pengemudi dalam hal ketrampilan mengemudi dan pengambilan keputusan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada keadaan dua lalu lintas yang serupa sekalipun dalam kondisi yang setara, jalan dan kendaraan, yang hal itu diakibatkan oleh perilaku dan kebiasaan pengemudi yang sangat bervariasi.

Perilaku arus lalu lintas sangat berlainan dengan perilaku suatu aliran suatu fluida yang melalui suatu saluran terbuka atau pipa tertutup, yang perilakunya bisa diprediksi yakni mengikuti hukum hidraulis dan aliran fluida. Karakteristik aliran lalu lintas yang melewati suatu jalan merupakan variasi dari lokasi dan waktu. Suatu tantangan bagi seorang Traffic Engineer ketika harus merencanakan dan mendisain suatu lalu lintas, dia tidak cukup hanya memprediksi hal-hal yang bersifat eksak melainkan juga memperhitungkan perilaku manusia sebagai road user yang kompleks.

Walaupun demikian, perilaku pengemudi dalam suatu aliran lalu lintas akan tetap konsisten pada suatu range tertentu yang normal. Sebagai contoh pada suatu ruas jalan dengan kecepatan disain 60 km/jam misalnya, pengemudi akan cenderung menjalankan kendaraan pada kecepatan sekitar range tersebut misalnya pada kecepatan antara 45 sampai dengan 65 km/jam, dan sedikit pengemudi yang menjalankan kendaraannya pada kecepatan 70 km/jam atau di atas 80 km/jam.

Secara kuantitatif untuk keperluan disain arus lalu lintas, sekalipun karakteristik sangat bervariasi, perilakunya tetap dapat diprediksi pada suatu rentang yang normal. Dengan kata lain parameter-parameter tersebut harus bisa didefinisikan dan diukur, sehingga seorang Traffic Engineer akan bisa menganalisis, mengevaluasi, dan merencanakan dalam batas minimal berdasarkan batasan normal parameter-parameter di atas.

TUGAS 3 MEMAHAMI KONSEP TRANSPORTASI SEBAGAI SISTEM


Sistem Transportasi
2.1.1 Pengertian Sistem transportasi
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling 
berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem perubahan pada satu komponen dapat 
menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam sistem mekanis
komponen berhubungan secara „mekanis‟, misalnya komponen dalam mesin 
mobil. Dalam sistem „tidak mekanis‟, misalnya dalam interaksi sistem tata guna
lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat 
berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen 
(sistem „kegiatan‟) dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya 
(sistem „jaringan‟ dan sistem „pergerakan‟). Pada dasarnya, prinsip sistem 
„mekanis‟ sama saja dengan sistem „tidak-mekanis‟(Tamin,2000).
Sedangkan transportasi menurut Miro (2012) secara umum dapat diartikan 
sebagai usaha pemindahan atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi 
yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain yang bias disebut lokasi tujuan, untuk 
keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula. Dari pengertian ini 
tranportasi mempunyaii beberapa dimension seperti:
 Lokasi (asal dan tujuan)
 Alat (teknologi)
 Keperluan tertentu di lokasi tujuan seperti ekonomi sosial dan lain-lain
Kalau salah satu dari ketiga dimensi tersebut terlepas ataupun tidak ada, 
hal demikian tidak dapat disebut transportasi. Transportasi ini perlu untuk 
diperhatikan perencanaan. Tidak diperhatikannya perencanaan transportasi dapat 
mengakibatkan permasalahan pada transportasi di kemudian hari seperti 
kemacetan lalu lintan kecelakaan dan lain-lain. Inti dari permasalahan transportasi 
adalah pemakaian jalan yang over-capacity atau dengan kata lain adalah terlalu 
banyaknya kendaraan yang menggunakan jalan yang sama dalam waktu yangsama pula, oleh karena itu, menurut Tamin (2000) campur tangan manusia pada 
sistem transportasi (perencanaan transportasi sangat dibutuhkan ) seperti:
 mengubah teknologi transportasi
 mengubah teknologi informasi
 mengubah ciri kendaraan
 mengubah ciri ruas jalan
 mengubah konfigurasi jaringan transportasi
 mengubah kebijakan operasional dan organisasi
 mengubah kebijakan kelembagaan
 mengubah perilaku perjalanan
 mengubah pilihan kegiatan
2.1.2 Sistem transportasi makro 
Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah 
yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem transportasi dijelaskan 
dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa sistem 
transportasi mikro. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat 
dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-
masing saling terkait dan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Diagram Sistem transportasi makro

Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari: sistem kegiatan, sistem 
jaringan prasarana transportasi, sistem pergerakan lalu lintas dan sistem 
kelembagaan seperti kita ketahui, pergerakan lalu lintas timbul karena adanya 
proses pemenuhan kebutuhan. Kita perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak 
bisa dipenuhi di tempat kita berada. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan 
(sistem mikro yang pertama) mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan 
membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses 
pemenuhan kebutuhan. Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna 
lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan 
lain-lain. 
Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai 
alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat 
dipenuhi oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat 
dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan yang berupa 
pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas membutuhkan moda 
transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut 
bergerak. 
Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro yang 
kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan 
jalan raya, terminal bus, kereta api, bandara, dan pelabuhan laut. Interaksi antara 
sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia 
dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan 
kaki). Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistem pergerakan yang aman, cepat, 
nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika 
pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang 
baik. Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota besar di Indonesia 
biasanya timbul karena kebutuhan akan transportasi lebih besar daripada 
prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi 
sebagaimana mestinya.


TUGAS 2 PENGENALAN PERATURAN PERUNDANGAN BERHUBUNGAN REKAYASA LALU LINTAS

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
 NOMOR 22 TAHUN 2009 
 TENTANG 
 LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran 
strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi 
nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
1945; 
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian 
dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan 
potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, 
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan 
Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan 
ekonomi dan pengembangan wilayah; 
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan 
internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta 
akuntabilitas penyelenggaraan negara; 
d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang 
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi 
dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan 
kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan 
Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang￾undang yang baru; 
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud 
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu 
membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan; 
 Mengingat . . . 

TUGAS 1 SKIPSI


https://id.scribd.com/doc/156611460/Tugas-Akhir-Kapasitas-Jalan-dan-Kemacetan-Buah-Batu